Thursday, November 23, 2017

Makalah Ontologi, Epistemologi, Aksiologi Ilmu Dakwah



ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, AKSIOLOGI ILMU DAKWAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ilmu Dakwah
Dosen Pengampu : Jauharotul Farida, M. Ag.

    Disusun Oleh :
Ayu Sundari                                   (1601036006)
Misfikhotul Murdayanti                 (1601036012)
M. Ardian Choiru Tasbihi H           (1601036032)

MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALI SONGO
SEMARANG
2017


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Berbicara mengenai filsafat ilmu pasti tidak akan terlepas dari pembahasan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi yang ketiganya adalah cabang dari filsafat. Ontologi membicarakan pengetahuan itu. Membicarakan apa sebenarnya dari sesuatu. Epistemologi membicarakan cara memperoleh sesutau pengetahuan. Bagaimana kita memperoleh suatu pengetahuan. Sedangkan aksiologi nilai yang membicarakan apa manfaat atau guna dari pengetahuan yang sebelumnya telah kita ketahui hakikat dan cara memperolehnya.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Ontologi dalam Perspektif Ilmu Dakwah
Kata ontologi berasal dari bahasa yunani, yaitu : on/ontos yang berarti “ada”, dan logos yang artinya “ilmu”. Jadi, ontologi ialah ilmu tentang yang ada. Ontologi sendiri adalah teori tentang ada dan realitas. Meninjau persoalan secara ontologis adalah mengadakan penyelidikan terhadap sifat dan realitas. Jadi ontologi adalah bagian dari metafisika yang mempelajari hakikat dan digunakan sebagai dasar untuk memperoleh pengetahuan. Ontologi meliputi permasalahan apahakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inbern dengan pengetahuan yang tidak terlepas dari persepsi kita tentang apa dan bagaimana ilmu itu.
Menurut Jujun S. Suriasumantri, ontology membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”.Aspek ontologi dalam ilmu dakwah berkaitan dengan apa yang menjadi objek kajian pada ilmu tersebut. Obyek kajian ilmu dakwah terbagi dua bagian, yaitu: obyek material dan obyek formal.
Amrullah Achmad berpendapat, obyek material ilmu dakwah adalah semua aspek ajaran Islam (Al-Qur’an dan As-Sunnah), hasil ijtihad serta realisasinya dalam sistem pengetahuan, teknologi, sosial, hukum, ekonomi, pendidikan dan lainnya, khususnya kelembagaan Islam. Sedangkan obyek formalnya yaitu kegiatan mengajak umat manusia supaya kembali kepada fitrahnya sebagai muslim dalam seluruh aspek kehidupannya.
The Liang Gie membuat struktur pengetahuan filsafat yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu filsafat sistematis, filsafat khusus dan filsafat keilmuan. Sebagian dari filsafat sistematis adalah metafisika. Dan ontologi sendiri menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara-cara yang berbeda dalam entitas dari kategori-kategori logis yang berlainan (seperti objek fisis, hal universal, abstaksi, bilangan dan lain-lain) dapat dikatakan ada. Dalam kerangka tradisonal, ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum mengenai hal “ada”, sedangkan dalam pemakaiannya pada akhir-akhir ini ontologi dipandang sebagai teori mengenai “apa yang ada”. Ontologi berusaha mengungkapkan makna eksistensi, tidak termasuk mengenai persoalan asal mula perkembangan dan struktur kosmos (atau alam semesta) yang merupakan titik perhatian dari kosmologi.
Filsafat dakwah menurut sistematika filsafat yang dibuat The Liang Gie termasuk dalam filsafat khusus, yaitu filsafat agama. Namun dalam kaitannya dengan filsafat keilmuan, seperti yang diadaptasikan oleh Buhtanuddin Agus, masalah ontologi dari filsafat dakwah berkaitan dengan pandangan tentang hakikat ilmu atau pengetahuan ilmiah di sekitar persoalan dakwah.[1]
Ontologi merupakan asas dalam menetapkan batas/ruang lingkup wujud yang menjadi objek penelaahan (objek formal pengetahuan) serta penafsiran tentang hakikat realitas dari objek formal tersebut. Objek formal ilmu kawniyyah ada dua : alam semesta dan manusia. Objek yang terakhir dapat dilihat dari dimensi individual, komanual, dan temporal. Masing-masing objek, lingkup penelaahan keilmuannya dibatasi pada daerah-daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia, baik secara empiris (QS. An-Nahl: 78) maupun secara hermeneutis (QS. Al-Hajj: 46). Hakikat realitas dari masing-masing objek formal ditafsirkan sebagaimana adanya.
Ontologi dalam Dakwah Islam adalah pemahaman atau pengkajian tentang wujud hakikat dakwah islam dalam mengkaji problem ontologis dakwah yang juga menjadi perhatian filsafat dakwah selain ilmu-ilmu lainnya.[2]
Landasan ontologi adalah menelaah apa yang hendak diketahui melalui penelaahan itu, dengan kata lain apa ynag menjadi bidang bidang telaah ilmu dakwah. Berlainan dengan agama, maka ilmu dakwah mengatasi dirinya kepada masalah-masalah yang empirik dan pemikiran yang tentunya berkaitan dengan aspek kehidupan manusia, sosial, agama, pemikiran budaya, estetika dan lainnya yang akan diuji. Berdasarkan objek yang ditelaah, maka ilmu dakwah daapt disebut sebagai suatu ilmu pengetahuan yang sifatnya empiric maupun pemikiran.

B.     Ilmu Dakwah dalam Perspektif Epistemologis
Epistemology adalah teori pengetahuan (episteme = pengetahuan, logos = teori, keduanya berasal dari bahasa Yunani), menyelidiki keaslian pengetahuan, struktur, metode dan validitas pengetahuan. Epistemology adalah cabang dari filsafat yang membahas persoalan apa dan bagaimana cara seseorang memperoleh pengetahuan[3], merupakan bagian dari filsafat tentang refleksi manusia atas kenyataanyang menguraikan metode ilmiah sesuai dengan hakikat pengertian manusia. Mengenai epistemologi dakwah secara keilmuan, disini menyangkut yang berkenaan dengan hakikat, landasan, batas-batas keilmuannya termasuk di dalamnya pengetahuan ilmiah dan persoalan ilmiah yang dapat diuji. Yang menjadi batasan tegas mainstream dasar dalam keilmuan dakwah disini adalah dakwah sebagai kebenaran ilmu. Dalam bidang epistemologi terdapat tiga persoalan pokok sebagai berikut:
1.      Apakah sumber-sumber pengetahuan itu? Dari manakah pengetahuan yang benar itu datang dan bagaimana kita mengetahui?
2.      Apakah sifat dasar pengetahuan itu? Apakah ada dunia yang benar-benar di luar pikiran kita. Jika ada, apakah kita dapat mengetahuinya?
3.      Apakah pengetahuan kita itu benar (valid)? Bagaimanakah kita dapat memebedakan yang benar dari yang salah.
Perbedaan antara epistemologi, metodologi dan logika terletak pada cakupan pengertiannya. Epistemologi berkaitan dengan teori pengetahuan pada umumnya, sehingga ia memiliki pengertian yang paling luas. Tercakup dalam pengertian itu adalah metodologi. Metodologi tak lebih dari kajian mengenai tata cara dan teknik-teknik ilmiah untuk memperoleh sebuah jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan ilmiah sebagian dari tata cara itu adalah logika, yaitu salah satu jenis dari metode ilmiah yang terdiri dari asas-asas dan aturan-aturan penyimpulan yang sah.[4]              
Jadi, yang dimaksud dengan epistemology adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, karakter, dan jenis pengetahuan.
Epistemology meliputi sumber, sarana, dan tata cara menggunakan sarana untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Menurut Prof. Kunto, akal (verstand), akal budi (vernun) pengamalan, atau kombinasi antara akal dan pengalaman, merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemology seperti rasionalisme, empirisme, kritisisme, positivisme, fenomenalogi dengan berbagai variasinya.
Dalam tradisi keilmuan keislaman, setidaknya ada tiga bentuk epistemology yang berkembang, yakni: epistemologi bayani, epistemologi irfani, dan epistemologi burhani. Secara etimologis, bayani berarti: penjelasan, pernyataan, ketetapan. Sedangkan secara terminologis, bayani mengandung arti pola pikir yang bersumber pada nash, ijma’, dan ijtihad.
Irfani pola pikirnya berpangkal pada dzat, qalb atau intuisi. Pada dataran ini, dalam hubungannya dengan dakwah tidak begitu banyak berpengaruh terhadap sumber pengetahuannya, mengingat dakwah pada dasarnya lebih kepada persoalan perubahan sosial dan transformasi nilai Islam yang kongkret dan rasional.
Epistemologi burhani bersumber pada aktifitas intelektual untuk menetapkan kebenaran proposisi dengan metode dedukatif, yakni dengan cara mengaitkan proposisi satu dengan proposisi lainnya yang bersifat aksiomatik. Metode ini pertama kali dikembangkan di Yunani melalui proses panjang dan puncaknya pada Aristoteles. Metode ini, biasa disebut Aristoteles dengan sebutan analisis, yaitu menguraikan ilmu atas dasar prinsip-prinsipnya. Epistemologi burhani inilah yang lebih kental dengan sumber dakwah Islam setelah epistemology bayani.
Mendapatkan pengetahuan dalam ilmu dakwah berasal dari teks atau nash (Al-Qur’an dan As-Sunnah) sebagai otoritas suci. Pada dataran ini, secara keilmuwan lazim disebut dakwah normatif, yang memiliki karakteristik lebih tetap, mutlak, dan tidak berubah-ubah. Adapun secara burhani, bersumber dari realitas, termasuk didalamnya ilmu sosial, alam, dan kemanusiaan. Pada dataran ini, secara keilmuwan lazim disebut sebagai dakwah historis, yang memiliki karakteristik lebih terbuka, mengalami perubahan, dinamis dan berubah-ubah berdasarkan paradigma dakwah itu sendiri.[5]

C.    Ilmu Dakwah dalam Perspektif Aksiologis
            Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari cara-cara yang berbeda dimana sesuatu hal dapat baik atau buruk dan hubungan nilai dengan menilai di satu pihak dan dengan fakta-fakta eksistensi objektif di pihak lain. Aksiologi adalah perluasan dari cabang etika tradisional. Etika memusatkan perhatiannya pada nilai-nilai moral, aksiologi memperluas diri dengan memusatkan perhatiannya pada semua jenis nilai. Nilai dalam etika radisional diartikan sama dengan baik dan jahat, sedangkan dalam aksiologi, nilai memiliki arti lebih luas lagi meliputi baik dan buruk/jahat (dalam pengertian etika), indah dan jelek (dalam pengertian estetika), serta benar atau salah (dalam pengertian logika). Aksiologi adalah teori tentang nilai dalam berbagai makna yang dikandungnya.
              Dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan, aksiologi dapat dipahami sebagai bidang telaah terhadap ilmu yang mempertanyakan tujuan ilmu: apakah teori ilmu itu hanya merupakan penjelasan objektif terhadap realitas atau teori ilmu merupakan pengetahuan untuk mengatasi berbagai masalah yang relevan dengan realitas bidang kajian ilmu yang bersangkutan. Tujuan dasar ilmu menurut beberapa ahli tidak selalu sama, seperti dikutip Muslim A. Kadir (1996), Fred Kerlinger berpendapat bahwa tujuan dasar ilmu hanyalah menjelaskan realitas (gejala yang ada), bagi Bronowsky tujuan ilmu adalah menemukan yang benar sedangkan menurut Mario Bunge tujuan ilmu adalah lebih dari sekedar menemukan kebenaran. Akan tetapi, juga mendapatkan kesejahteraan dan kekuasaan. Menurut Mahdi Ghulsani (1986) tujuan ilmu adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Tujuan ilmu dakwah dengan merujuk pada beberapa ayat Al-Quran yang relevan, adalah untuk menjelaskan realitas dakwah sebagai suatu kebenaran (QS. Fushilat: 53), mendekatkan diri kepada Allah sebagai kebenaran (QS. Al-Dzariyat: 56), dan merealisasikan kesejahteraan untuk seluruh alam/Rahmatan lil Alamin (QS. Al-Anbiya: 107).[6]
Aksiologis berarti teori tentang nilai, dalam kaitannya dengan Ilmu Dakwah yang secara etimologis berarti panggilan/ajakan untuk memahami kebenaran (teologis) Islam, maka nilai kebenaran mendasar merupakan landasan aksiologis bagi pengembangan dakwah. Kedudukan dakwah sebagai ilmu, dapat ditemukan pada argumen yang dapat menjawab sejauh mana dakwah memiliki kriteria sebagai ilmu. Kriteria tersebut mencakup: pertama, sejauh mana dakwah memiliki argumen atas struktur yang jelas dari ilmu yang menyampaikan dan mengajak orang untuk mengakui kebenaran teologis tertentu.
Kejelasan struktur menjadi sangat penting, karena kebenaran yang hendak disampaikan oleh Ilmu Dakwah pada dasarnya merupakan kebenaran transendental yang sering “tidak terjangkau” oleh sudut pandang ilmiah yang secara mayoritas dianut oleh ilmuwan itu sendiri. Kedua, menyangkut kejelasan Ilmu Dakwah yang dapat dipertanggungjawabkan secara sistematik. Ketiga, menyangkut pertanggungjawaban metodelogis dakwah sebagai Ilmu. setiap ilmu pengetahuan disamping harus dapat menjelaskan apa yang menjadi obyek kajiannya atau obyek materialnya, juga harus dapat mempertanggungjawabkan sudut pandang atau obyek formal yang dipakai memahami obyek kajiannya. Keempat, sejauh mana dakwah sebagai ilmu dapat mempertanggungjawabkan produk-produknya berangkat dari proses logika yang jelas keterkaitan antara premis dan kesimpulannya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat ditegaskan, bahwa yang menjadi landasan aksiologi ilmu dakwah adalah nilai-nilai kebenaran teologis yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang harus diimplementasikan dalam realitas kehidupan sosial, sehingga nilai-nilai tersebut menjelma sebagi “rahmatan lil alamin”.
Menurut Sambas, aksiologi ilmu dakwah adalah:
1.      Mentransformasikan dan menjadi manhaj (kaifiyah) mewujudkan ajaran islammenjadi tatanan Khoirul-Ummah.
2.      Mentransformasikan iman menjadi amal sholeh jamaah.
3.      Membangun dan mengembalikan tujuan hidup manusia, meneguhkan fungsi khilafah manusia menurut Al-Qur’an dan Sunnah, oleh karena itu, ilmu dakwah dapat dipandang sebagai perjuangan bagi ummat islam dan ilmu rekayasa masa depan umat dan peradaban islam.
Dalam dimensi aksiologis dakwah ada tiga hal yang harus dicermati dan ketiganya akan mengandung konsekuensi yang berbeda:
1.      Perlu dijernihkan terlebih dahulu pemahaman dakwah sebagai ilmu pengetahuan atau sebagai objek kajian atau bahkan sebuah ktivitas konkrit. Sebagai ilmu, criteria keilmuan seperti struktur yang jelas, sistematika, metodologi serta alur pikir yang“maton” terargumentasikan. Sebagai objek kajian harus jelas pula sudut tinjauanmaupun disipilin keilmuan yang dapat dijadikan alat pendekatan. Sebagai praktikyang harus dimiliki persyaratan tertentu dalam pelaksanaannya.
2.      Kesadaran akan pluralitas sebagai keniscayaan, yang meliputi:
a.       Perbedaan kebudayaan antara wilayah tertentu dengan yang lain, kurun waktu tertentu dan kurun waktu yang lain. Kondisi sosial-ekonomi tertentu dan kondisi yang lain. Histories tertentu dan histories yang lain.
b.      Di dalam umat terjadi perbedaan yang melahirkan komunitas Islam yang “bersaing”. Sunni, Syi’I dan Khariji yang masing-masing mengklaim monopoli kebenaran. Yang terpenting dalam pendekatan dakwah adalah dilakukan dialog terus menerus dengan menjernihkan mana masalah yang bersifat substansial.Sehingga dakwah berarti mencegah terjadinya perselesihan besar di kalanganumat atau al-fitnah al-kubra.
c.       Adanya realitas bahwa diluar Islam ada komunitas lain seperti ahli kitab, orang musyrik dan orang kafir. Yang dapat dilindungi (Dzimmi) atau diperangi tergantung kondisi yang ada.
3.      Dakwah sebagai panggilan, ajakan dan komunikasi harus merupakan dialog bukan monolog. Keterbukaan mejadi syarat mutlak, kesediaan untuk selalu diuji dan beradu argumen adalah syarat aksiologis yang harus ada dalam setiap upaya menyampaikan nilai kebenaran. Tidak terbatas hanya pada pengertian dakwah sebagai praktik, objek kajian atau lebih sebagai ilmu pengetahuan
                                                                                   

                                                                                        




[1]Drs. Wahidin Saputra, M.A. , Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2011), hal 59-60
[3]Harun Nasution, Falsafat Agama, (Jakarta : Bulan Bintang, 1973), hal 10
[4] Drs. Wahidin Saputra, M.A., Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2011), hal 99-100
[5]Iyas Supena, Desain Ilmu-Ilmu Keislaman, (Semarang: Walisongo Press, 2008), hal 125-126
[6]Drs Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2011), hal 129-130

fungsi manajerial dan fungsi operasional dalam manajemen sumber daya manusia



HUBUNGAN ANTARA FUNGSI MANAJERIAL DAN FUNGSI OPERASIONAL DALAM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA (MSDM)
Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Manajemen Sumber Daya Manusia
Dosen Pengampu : Dr. H. Abdul Choliq, MT., M. Ag.
    Disusun Oleh :

Misfikhotul Murdayanti                 (1601036012)

MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALI SONGO
SEMARANG
2017


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perusahaan atau organisasi dalam bidang sumber daya manusia tentunya menginginkan agar setiap saat memiliki sumber daya manusia yang berkualitas dalam arti memenuhi persyaratan kompetensi untuk didayagunakan dalam usaha merealisasi visi dan mencapai tujuan-tujuan jangka menengah dan jangka pendek. Guna mencapai tujuan manajemen sumber daya manusia yang telah dikemukakan, maka sumber daya manusia harus dikembangkan dan dipelihara agar semua fungsi
organisasi dapat berjalan seimbang.
Kegiatan sumber daya manusia merupakan bagian proses manajemen-manajemen sumber daya manusia yang paling sentral dan merupakan suatu rangkaian dalam mencapai tujuan organisasi. Kegiatan tersebut akan berjalan lancar, apabila memanfaatkan fungsi-fungsi manajemen. Terdapat dua kelompok fungsi manajemen sumber daya manusia, yang pertama adalah fungsi manajerial diantaranya adalah fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian. Kedua, fungsi operasional diantaranya pengadaan tenaga kerja, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja fungsi-fungsi manajerial dalam MSDM ?
2.      Apa saja fungsi-fungsi operasional dalam MSDM ?
      
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Fungsi-Fungsi Manajerial dalam MSDM
Untuk dapat melaksanakan tugas dan menjalankan perannya dengan baik dan benar, maka sebuah manajemen memiliki peran yang dapat mendukung dan membantu dalam penerapannya. Dalam manajemen terdapat 4 (empat) fungsi atau aktifitas menurut beberapa ahli, sebagai berikut:[1]
1.      Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah kegiatan memperkirakan tentang keadaan tenaga kerja, agar sesuai dengan kebutuhan organisasi secara efektif dan efisien dalam membantu terwujudnya tujuan. Menurut Robbins dan Coulter (2012): “As managers engage in planning, they set goals, establish strategies for achieving those goals, and develop plans to integrate and coordinate activities.” Perencanaan (Planning) adalah fungsi manajemen yang mencangkup proses mendefinisikan sasaran, menetapkan strategi untuk mencapai sasaran itu, dan menyusun rencana untuk mengintegrasikan dan mengoordinasikan sejumlah kegiatan. Bagi manajer SDM, proses perencanaan berarti menentukan kemajuan suatu program SDM yang akan berguna dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan bagi perusahaan.
2.      Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengatur pegawai dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi dan koordinasi, dalam bentuk bagan organisasi. Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Organisasi yang baik akan membantu terwujudnya tujuan secara efektif.
3.      Pengarahan (Directing)
Pengarahan adalah kegiatan memberi petunjuk kepada pegawai agar mau kerja sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan organisasi. Pengarahan dilakukan oleh pemimpin yang dengan kepemimpinannya akan memberi arahan kepada pegawai agar mengerjakan semua tugasnya dengan baik. Adapun pengadaan merupakan proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi dan induksi untuk mendapatkan pegawai yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya tujuan.
4.      Pengendalian (Controlling)
Pengendalian merupakan kegiatan mengendalikan pegawai menaati peraturan organisasi dan bekerja sesuai dengan rencana.[2] Bila terdapat penyimpangan diadakan tindakan perbaikan dan atau penyempurnaan. Pengendalian pegawai meliputi kehadiran, kedisiplinan, perilaku kerja sama dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan.

B.     Fungsi-Fungsi Operasional dalam MSDM
Fungsi operasional dalam manajemen sumber daya manusia merupakan dasar pelaksanaan MSDM yang efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan organisasi atau perusahaan. Manajemen sumber daya manusia secara fungsional memiliki beberapa fungsi yang saling terkait satu sama lain dan operasional yang dijalankan oleh manajemen sumber daya manusia sesuai dengan fungsi yang dimilikinya. Berdasarkan pendapat Gaol (2014: p65) terdapat 6 fungsi operatif manajemen
sumber daya manusia, yaitu:[3]
1.      Pengadaan (Procurement)
Fungsi operasi manajemen SDM yang pertama adalah pengadaan (procurement). Fungsi pengadaan berhubungan dengan mendapatkan jenisdan jumlah tenaga kerja yang penting untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Fungsi ini berkaitan dengan bagaimana penentuan kebutuhan sumber daya manusia berikut perekrutan, penyeleksian dan penempatan kerja.
2.      Pengembangan (Development)
Setelah tenaga kerja diperoleh, mereka harus mengalami perkembangan. Perkembangan yang berkaitan dengan peningkatan keahlian melalui pelatihan, yang penting bagi kinerja pekerjaan. Kegiatan ini sangat penting dan akan terus berkembang dikarenakan perubahan perubahan teknologi, penyesuaian kembali jabatan, dan meningkatnya kerumitan tugas-tugas manajerial.
Dengan adanya tenaga atau sumber daya, yang telah diperoleh suatu organisasi, maka perlu diadakan pengembangan tenaga sampai pada taraf tertentu sesuai dengan pengembangan organisasi itu. Pengembangan sumber daya ini penting, searah dengan pengembangan organisasi. Apabila organisasi itu ingin berkembang maka seyogianya diikuti oleh pengembangan sumber daya manusia. Pengembangan sumber daya manusia ini dapat dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan.
Definisi pengembangan karyawan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/jabatan melalui pendidikan dan pelatihan. Adapun tujuan dari pengembangan karyawan adalah menyangkut beberapa hal, diantaranya:[4]
a.       Produktivitas Kerja
Dengan pengembangan, produktivitas kerja karyawan akan meningkat, kualitas dan kuantitas produksi semakin baik, karena technical skill, human skill dan managerial skill karyawan yang semakin membaik.
b.      Efisiensi
Penegmbangan karyawan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi tenaga, waktu, bahan baku dan mengurangi ausnya mesin-mesin. Pemborosan berkurang, biaya produksi relative mengecil sehingga daya saing perusahaan semakin besar
c.       Mengurangi Kerusakan
Pengembangn karyawan juga bertujuan untuk mengurangi kerusakan barang, produksi dan mesin-mesin karena karyawan semakin ahli dan terampil dalam melaksanaan pekerjaannya.
d.       Mengurangi kecelakaan
Pengembangan bertujuan untuk mengurangi tingkat kecelakaan karyawan, sehingga jumlah biaya pengobatan yang dikeluarkan perusahaan berkurang.
e.       Meningkatkan Service
Pengembangan akan meningkatkan kualitas layanan yang lebih baik dari karyawan kepada nasabah perusahaan, karena pemberian pelayanan yang baik merupakan daya penarik yang sangat penting bagi rekanan-rekanan perusahaan yang bersangkutan.
f.        Moral
Dengan pengembangan, moral karyawan akan lebih baik karena keahlian dan ketrampilannya sesuai dengan pekerjaannya sehingga mereka antusias untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan baik
g.      Karir
Dengan pengembangan, kesempatan untuk untuk meningkatkan karir karyawan semakin besar, karena keahlian, ketrampilan dan prestasi kerjanya lebih baik. Promosi ilmiah biasanya didasarkan kepada keahlian dan prestasi kerja seseorang
h.      Konseptual
Dengan pengembangan, manajer semakin cakap dan cepat dalam mengambil keputusan yang lebih baik karena technical skill, human skill dan managerial skill-nya lebih baik
i.        Leadership
Dengan pengembangan kepemimpinan seorang manajer akan lebih baik, human relation-nya lebih luwes, motivasinya terarah sehingga pembinaan kerja sama vertical dan horizontal semakin harmonis
j.        Incentives
Pengembangan juga dimaksudkan untuk meningkatkan insentif, fee, maupun benefit yang didasarkan pada prestasi kerja para karyawan.  
k.      Consumer Satisfaction
Pengembangan para karyawan akan searah dengan pengembangan kualitas produk, dan layanan sehingga tentunya akan berkaitan dengan kepuasan konsumen.
Pelaksanaan pengembangan harus didasarkan pada metode-metode yang telah ditetapkan dalam program pengembangan perusahaan yang dirumuskan oleh bagian atau suatu tim pengembangan. Metode pengembangan terdiri atas metode latihan atau training yang diberikan kepada karyawan operasional dan metode pendidikan atau lecturing yang khusus diberikan kepada karyawan manajerial.[5]
1.      On the Job Training
Yaitu pelatihan dengan instruksi, maksudnya adalah para pekerja ditempatkan dalam kondisi riil dibawah bimbingan dan supervise dari seorang pegawai senior atau supervisor. Metode ini menggunakan pendekatan Job Instruction Training yakni instruktur memberikan pelatihan kepada pegawai senior atau supervisor kemudian pegawai senior memberikan pengalamannya kepada pekerja.
2.      Vestibule
Yakni suatu metode latihan yang dilakukan dalam kelas atau workshop yang bia sanya diselenggarakan dalam suatu perusahaan industry untuk memperkenalkan pekerjaan kepada karyawan baru dan melatih mereka mengerjakan pekerjan tersebut. Tentunya dengan duplikasi bahan, alat-alat dan konisi yang akan mereka temui dalam situasi kerja yang sebenarnya.
3.      Demonstrasi
Yakni metode latihan yang dilakukan dengan cara peragaan dan penjelasan bagaimana cara-cara mengerjakan sesuatu pekerjaan melalui contoh-contoh atau percobaan yang didemonstrasikan. Peserta melihat sendiri teknik mengerjakannya, diberikan penjelasan-penjelasan bahkan kalau perlu mencoba mempraktekannya sendiri.
4.      Programmed Instruction
Merupakan bentuk pelatihan agar peserta dapat belajar sendiri karena langkah-langkah pengerjaan sudah diprogram, biasanya dengan computer, buku atau mesin pengajar. Instruksi terprogram meliputi pemecahan informasi dalam beberapa bagian kecil sedemikian rupa sehingga dapat dibentuk program pengajaran yang mudah dipahami dan saling berhubungan.
5.      Magang
Melibatkan pembelajaran dari pekerja yang lebih berpengalaman dan dapat ditambah pada teknik off the job training. Banyak pekerja ketrampilan tangan seperti tukang pipa dan kayu, dilatih melalui program magang resmi. Asistensi dan kerja sambilan bisa disamakan dengan magang karena menggunakan partisipasi tingkat tinggi dari peserta sekaligus memiliki feedback yang tinggi pula.
Sedangkan untuk pengembangan dengan metode lecturing, ada beberapa pendekatan yang bisa dipakai, namun dalam makalah ini pemakalah hanya menyajikan lima metode yang paling sering digunakan dalam suatu perusahaan:
a.       Seminary
Metode ini menggunakan pendekatan ceramah atau presentasi dari instruktur. Gunanya tentu untuk meningkatkan kemampuan manajerial para pimpinan. Metode ini dilakukan dalam dalam suatu classroom dengan jangkauan audiens yang banyak!
b.      Lokakarya
Menggunakan pendekatan yang mirip dengan seminary, yakni menggunakan ceramah atau presentasi, namun bedanya, peserta tidak pasif mendengarkan begitu saja, tapi juga turut diminta partisipasinya dalam memecahkan suatu masalah.
c.       Under Study
Hampir sama dengan on the job training, hanya bedanya dilakukan dalam tataran kepemimpinan. Dimana calon pemimpin dipersiapkan untuk menggantikan jabatan atasannya. Calon dipersiapkan untuk mengisi jabatan apabila pimpinannya berhenti.
d.      Job Rotation
Adalah teknik pengembangan yang dilakukan dengan cara memindahkan peserta dari suatu jabatan ke jabatan lainnya secara periodic untuk menambah keahlian dan kecakapannya pada setiap jabatan. Hal ini merupakan antisipasi jika ia dipromosikan, ia akan siap, memiliki pengetahuan dan kapasitas yang baik
e.       Coaching dan Counseling
Coaching adalah suau metode pendidikan dengan cara atasan mengajarkan keahlian dan ketrampilan kerja kepada bawahannya. Dalam metode ini, supervisor diperlukan sebagai petunjuk untuk memberitahukan kepada para peserta mengenai tugas yang akan dilaksanakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Sedangkan counseling adalah suatu cara pendidikan dengan melakukan diskusi antara pekerja dan manajer mengenai hal-hal yang sifatnya pribadi, seperti keinginannya, ketakutannya dan aspirasinya.
3.      Kompensasi (Compensation)
Fungsi ini didefinisikan sebagai pemberian upah yang cukup dan wajar kepada tenaga kerja atas kontribusi/jasa mereka terhadap tujuan-tujuan organisasi.
4.      Integrasi / Penyatuan (Integration)
Walaupun sudah menerima pegawai, sudah mengembangkannya, dan sudah
memberikan kompensasi yang memadai, perusahaan masih menghadapi masalah yang sulit, yaitu “integrasi/penyatuan”. Dalam hal ini pegawai secara individu diminta mengubah pandangannya, kebiasaannya, dan sikapsikap lainnya yang selama ini kurang menguntungkan bagi perusahaan agar disesuaikan dengan keinginan serta tujuan perusahaan.[6]
5.      Perawatan / Pemeliharaan (Maintenance)
Pemeliharaan berarti berusaha untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi yang telah ada.
6.      Pemisahan / Pelepasan / Pensiun (Separation)
Seorang karyawan tidak mungkin akan selalu bekerja pada organisasi tertentu. Pada suatu ketika paling tidak mereka harus memutuskan hubungan kerja dengan cara pensiun. Untuk itu maka tenaga kerja atau karyawan tersebut harus kembali ke masyarakat. Organisasi harus bertanggung jawab dalam memutuskan hubungan kerja ini sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, dan menjamin warga masyarakat yang dikembalikan itu berada dalam keadaan yang sebaik mungkin. Seorang manajer sumber daya manusia harus melaksanakan fungsi ini dengan baik[7]
Ada beberapa alasan yang menyebabkan seseorang berhenti atau putus hubungan kerjanya dengan perusahaan, ada yang bersifat karena peraturan perundang-undangan, tapi ada juga karena keinginan pengusaha, agar tidak terjadi hal semena-mena yang dilakukan pengusaha, maka pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang berkaitan dengan pemberhentian karyawan. Dalam pengertian ini pemerintah tidak melarang secara umum untuk memberhentikan karyawan dari pekerjaannya. Jangan karena tidak cocok dengan pendapat perusahaan atau bertentangan dengan kehendak atau keinginan pengusaha yang mengharapkan karyawan terus bekerja utuk meningkatkan produksinya, karyawan tersebut langsung diberhentikan, tanpa melalui prosedur yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dan tanpa dijelaskan alasan-alasannya kepada karyawan. Oleh karena demikian, untuk melindungi karyawan dari tindakan demikian, maka pemerintah telah mendaptkan kebijakannya sebagai tertuang di dalam undang-undang No. 13 Tahun 2003 bahwa, pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan:
a.       Pekerja berhalangan masuk karena sakit perut menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus menerus.
b.      Pekerja berhalangan Negara sesuai denganketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pekerjaan mengerjakan ibadah yang diperintahkan agamnya.
c.        Pekerja menikah  Pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerjan lainnya dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. 
d.      Pekerja mendirikan, mejadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja, pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam pernjanjian kerja bersama.
e.       Pekerja yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindakan pidana kejahatan.
f.       Karena perbedaan yang paham, agama, aliran politik, suku, wana kulit, golongan, jenis kelami, kondisi fisik atau status perkawinan.
g.      Pekerjaan dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
Di samping hal tersebut di atas yang melarang pengusaha mengadakan pemutusan hubungan kerja dengan karyawannya, tapi ada juga yang membolehkan pengusaha mengadakan pemutusan kerja dengan karyawan dengan asalan pekerja telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut:
a.       Melakukan penipuan, pencurian atau penggelapan dan/atau uang milik perusahaan. Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan.
b.      Mabuk, minum-minuman kerjas memabukan, memakai atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan karja.
c.       Melakukan perbuatan asusiala atau perjudian di lingkungan karja.
d.      Menyerang menganiaya, mengancam astau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja.
e.       Membujuk temasn sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
f.       Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau mebiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan rugi bagi perusahaan.
g.      Dengan ceroboh atau membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja.
h.       Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang harusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan Negara. Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana 5 tahun atau lebih.
Semua kegiatan seperti di atas, baru pengusaha memutuskan melakukan pemutusan hubungan hubungan kerja dengna karyawan, apabila memang benar-benar terbukti dengan didukung oleh bukti-bukti, atau tertangkap tasngan dan adanya pengakuan dari karyawan.
Dengan adanya pemberhentian karyawan tentu berpengaruh sekali terhadap perusahaan terutama masalah dana. Karena pemberhentian karyawan memerlukan dana yang cukup besar diantaranya untuk membayar pensiun atau pesangon karyawan dan untuk membayar tunjangan-tunjangan lainnya. Dengan adanya pemberhentian karyawan tersebut tentu sangat berpengaruh sekali terhadap karyawan itu sendiri. Dengan diberhentikan dari pekerjaannya maka berarti karyawan tersebut tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan secara maksimal untuk karyawan dan keluarganya. Atas dasar tersebut, maka manajer sumber daya manusia harus sudah dapat memperhitungkan beberapa jumlah uang yang seharusnya diterima oleh karyawan yang behenti, agar karyawan tersebut dapat memenuhi kebutuhannya sampai pada tingkat dianggap cukup.[8]


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Manajemen Sumber Daya Manusia diperlukan untuk meningkatkan efektivitas sumber daya manusia dalam organisasi. Tujuannya adalah memberikan kepada organisasi satuan kerja yang efektif. Untuk mencapai tujuan ini, studi tentang manajemen personalia akan menunjukkan bagaimana seharusnya perusahaan mendapatkan, mengembangkan, menggunakan, mengevaluasi, dan memelihara karyawan dalam jumlah (kuantitas) dan tipe (kualitas). Sudah merupakan tugas manajemen sumber daya manusia untuk mengelola manusia seefektif mungkin, agar diperoleh suatu satuan sumber daya manusia yang merasa puas dan memuaskan. Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari manajemen umum yang memfokuskan diri pada sumber daya manusia. Untuk mewujudnya hasil tertentu melalui kegiatan orang-orang. Hal ini berarti bahwa sumber daya manusia berperan penting dan dominan dalam manajemen.
Adapun fungsi manajemen SDM terdiri atas manajemen SDM sebagai fungsi manajerial (Perencanaan (Planning), Pengorganisasian (Organizing), Pengarahan (Directing), Pengendalian (Controlling)), maupun manajemen SDM sebagai fungsi operasional yaitu  pengadaan (procurement), pengembangan (deveploment), kompensasi (compensation), integrasi (integration), perawatan (maintenance), Pemutusan Hubungan Tenaga Kerja (separation)). Oleh karena itu Manajemen dalam setiap kegiatan yg dilakukan oleh orang atau manusia sebagai aktor atau pelaku sangatlah dibutuhkan agar setiap pekerjaan atau organisasi dapat berjalan dengan baik.

B.     Kritik dan Saran
Kritik dan saran yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan makalah kami kedepannya.Semoga dengan makalah ini dapat dijadikan sebagai sarana yang dapat membangun dan mendorong para mahasiswa atau mahasiswi untuk berfikir aktif dan kreatif.


DAFTAR PUSTAKA
Dubrin, Andrew J. 2000. Leadership. Jakarta: Prenada Media.
Hamid, Abdul. 1997. SDM yang Produktif. Jakarta: Gema Insani Press.
Mathis, Robert L. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Salemba Emban Patria.
Schermerhorn, John R. 1996. Manajemen. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Simamory, Henri. 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: STIE YKPN.
http://thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-1-00479-mn%202.pdf.


[1] http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00733-MN%20Bab2001.pdf. Diakses pada tanggal 21 oktober 2017. Pukul 10.00 wib.
[2] John R. schermerhorn. Manajemen. (Yogyakarta: Penerbit Andi. 1996). Hal 161.
[4] Henri Simamory. Manajemen Sumber Daya Manusia. (Yogyakarta: STIE YKPN. 1995). Hal 125-130.
[5] http://thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-1-00479-mn%202.pdf. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2017. Pukul 11.20 wib
[6] Abdul Hamid, SDM yang Produktif, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997). Hal 79.
[7]Robert L. Mathis. Manajemen Sumber Daya Manusia. (Jakarta: PT Salemba Emban Patria. 2002). Hal 107.
[8] Andrew J. Dubrin, Leadership, (Jakarta: Prenada Media, 2000). Hal 29.

Contoh Analisis SWOT dalam Warung Makan Sederhana

  Sejarah Warung Makan Mbak Tik ( Misfikhotul Murdayanti ) Nama pemilik usaha warung makan ini yaitu lebih kerabnya dipanggil dengan pangg...