Friday, November 17, 2017

contoh kerangka teori Metodologi Penelitian (Perbedaan)



MISFIKHOTUL MURDAYANTI (1601036012)
Perbedaan Kemandirian Pada Remaja Ditinjau dari Data Demografi (Urutan Kelahiran dan Jenis Kelamin) pada Jurusan Teknik Komputer dan Jaringan di SMK Taruna Bangsa, Pati

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    KEMANDIRIAN
1.      Pengertian Kemandirian
Kemandirian merupakan kemampuan individu untuk bertingkah laku sesuai keinginannya. Perkembangan kemandirian merupakan bagian penting untuk dapat menjadi otonom dalam masa remaja. Steinberg (dalam Patriana, 2007:20) menjelaskan kemandirian merupakan kemampuan individu untuk bertingkah laku secara seorang diri dan kemandirian remaja dapat dilihat dengan sikap remaja yang tepat berdasarkan pada prinsip diri sendiri sehingga bertingkah laku sesuai keinginannya, mengambil keputusan sendiri, dan mampu mempertanggung jawabkan tingkah lakunya. Kemandirian remaja diperkuat melalui proses sosialisasi yang terjadi antara remaja dengan teman sebaya.
Hurlock (1980:225) mengatakan melalui hubungan dengan teman sebaya, remaja berpikir secara mandiri, mengambil keputusan sendiri, menerima pandangan dan nilai yang berasal dari keluarga dan mempelajari pola perilaku yang diterima di dalam kelompoknya.
Menurut Masrun, dkk (dalam Patriana, 2007:21), kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan diri sendiri untuk kebutuhan sendiri, mengejar prestasi, penuh ketekunan, serta berkeinginan untuk melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain, mampu berpikir dan bertindak original, kreatif dan penuh inisiatif, mampu mempengaruhi lingkungannya, mempunyai rasa percaya diri terhadap kemampuan diri sendiri, menghargai keadaan diri sendiri, dan memperoleh kepuasan dari usahanya.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kemandirian merupakan suatu sikap otonomi dimana remaja relatif bebas dari pengaruh penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain. Kondisi otonomi tersebut remaja diharapkan akan lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
2.      Aspek-Aspek Kemandirian
Steinberg (dalam Desmita, 2011:186) membedakan karakteristik kemandirian atas tiga bentuk yaitu:
a.       Kemandirian emosional, yakni kemandirian yang menyatakan perubahan kedekatan hubungan emosional antar individu. Kemandirian remaja dalam aspek emosional ditunjukan dengan tiga hal yaitu tidak bergantung secara emosional dengan orang tua namun tetap mendapat pengaruh dari orang tua, memiliki keinginan untuk berdiri sendiri, dan mampu menjaga emosi di depan orang tuanya.
b.      Kemandirian tingkah laku, yakni suatu kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan tanpa tergantung pada orang lain dan melakukannya secara bertanggung jawab. Kemandirian remaja dalam tingkah laku memiliki tiga aspek, yaitu perubahan kemampuan dalam membuat keputusan dan pilihan, perubahan dalam penerimaan pengaruh orang lain, dan perubahan dalam merasakan pengandalan pada dirinya sendiri (self-resilience).
c.       Kemandirian nilai, yakni kemampuan memaknai seperangkat prinsip tentang benar dan salah, dan tentang apa yang penting dan tidak penting.
Pendapat tersebut sesuai dengan pendapat menurut Dauvan (dalam Yusuf, 2006:81) kemandirian terdiri dari tiga aspek perkembangan yaitu:
a.       Kemandirian emosi yaitu ditandai dengan adanya kemampuan remaja memecahkan ketergantungan (sifat kekanak-kanakannya) dari orang tua dan individu dapat memuaskan kebutuhan kasih sayang dan keakraban di luar rumahnya.
b.      Kemandirian berperilaku, yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan pakaian, sekolah atau pendidikan, dan pekerjaan.
c.       Kemandirian nilai yaitu, kemandirian remaja dengan dimilikinya seperangakat nilai-nilai yang dikonstruksikan sendiri oleh remaja, menyangkut baik-buruk, benar-salah, atau komitmennya terhadap nilai-nilai agama.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri remaja yang mandiri adalah memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan tanpa pengaruh dari orang lain, dapat berhubungan baik dengan orang lain, memiliki kemampuan untuk bertindak sesuai dengan yang diyakini, memiliki kemampuan untuk mendapatkan kebutuhan, dapat memilih hal yang dilakukan dan hal yang tidak dilakukan, berani dalam menyampaikan ide, bebas untuk mencapai tujuannya, berusaha mengembangkan diri, dan dapat menerima kritik dan saran dari orang lain.
3.      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian
Menurut Masrun (dalam Yessica, 2008: 26) faktor yang mempengaruhi kemandirian adalah:
a.       Pola asuh orang tua, remaja yang mempunyai kemandirian tinggi adalah remaja yang orang tuanya dapat menerima secara positif.
b.      Usia Remaja, hal ini akan berusaha melepaskan diri dari orang tuanya, dalam hal ini berarti individu cenderung tidak akan meminta bantuan kepada orang lain dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapinya.
c.       Pendidikan, pendidikan yang dialami oleh seseorang tidak harus berasal dari sekolah atau pendidikan formal, akan tetapi bisa juga berasal dari luar sekolah atau non formal. Pendidikan ini secara tidak langsung telah membawa individu kepada suatu bentuk suatu usaha dari lingkungan keluarganya ke dalam kelompok teman sabayanya sehingga terlihat adanya kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan ternyata semakin tinggi kemandirian seseorang.
d.      Urutan kelahiran, dalam suatu keluarga tentunya memiliki ciri tersendiri bagi setiap anak yang disebabkan karena adanya perlakuan dan perhatian yang berbeda.
e.       Jenis kelamin, Wanita mudah dipengaruhi, sangat pasif, merasa kesulitan dalam memutuskan sesuatu, kurang percaya diri dan sangat tergantung.
f.       Intelegensi Remaja yang cerdas akan memiliki metode yang praktis dan tepat dalam setiap memecahkan masalah yang sedang dihadapinya, sehingga akan dengan cepat mengambil keputusan untuk bertindak. Kondisi ini menunjukan adanya kemandirian setiap menghadapi masalah yang sedang dihadapinya.
g.      Interaksi social, remaja memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial, serta mampu menyesuaikan diri dengan baik akan mendukung perilaku yang bertanggung jawab dan mampu menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapinnya.
Ali, (2010:118) ada sejumlah faktor yang mempengaruhi kemandirian remaja yaitu sebagai berikut:
a.       Gen atau keturunan orang tua. Orang tua yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali menurunkan anak yang memiliki kemandirian.
b.      Pola asuh orang tua. Cara orang tua atau mendidik anak akan mempengaruhi perkembangan kemandirian pada masa remajanya. Orang tua yang terlalu banyak melarang atau mengeluarkan kata “jangan” tanpa disertai dengan penjelasan yang rasional akan menghambat perkembangan kemandirian remaja. Kondisi tersebut berbeda dengan orang tua yang menciptakan suasana aman dalam berinteraksi dengan keluarganya maka akan dapat mendorong kelancaran perkembangan remaja. Orang tua yang cenderung sering membanding-bandingkan anak yang satu dengan yang lainnya juga akan berpengaruh kurang baik terhadap perkembangan kemandirian anak.
c.       Sistem pendidikan di sekolah. Proses pendidikan disekolah yang tidak mengembangkan demokratisasi pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinasi tanpa argumentasi akan menghambat perkembangan remaja. Proses pendidikan yang banyak menekankan pentingnya pemberian sanksi atau hukuman (punishment) juga dapat menghambat perkembangan kemandirian remaja namun, proses pendidikan yang lebih menekankan pentingnya penghargaan terhadap potensi remaja, pemberian reward, dan menciptakan kompetisi positif maka akan memperlancar perkembangan kemandirian remaja.
d.      Sistem kehidupan di masyarakat. Sistem kehidupan masyarakat yang terlalu menekankan pentingnya hierarki struktur sosial, merasa kurang aman atau mencekam serta kurang menghargai manifestasi potensi remaja dalam kegiatan produktif dapat menghambat kelancaran perkembangan kemandirian remaja. Lingkungan masyarakat yang aman, menghargai ekspresi potensi remaja dalam bentuk kegiatan dan terlalu hierarkis akan merangsang dan mendorong perkembangan kemandirian remaja.

B.     FAKTOR DEMOGRAFI (URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN)
1.      Urutan Kelahiran
a.      Pengertian Urutan Kelahiran
Adler (dalam Alwisol, 2004:79), menjelaskan bahwa kepribadian seseorang bergantung pada faktor keturunan, lingkungan, dan kreativitas dirinya. Artinya, faktor urutan kelahiran dapat mempengaruhi kepribadian termasuk kemandirian individu. Adler mengungkapkan bahwa perbedaan kemandirian seseorang muncul karena adanya perbedaan gaya hidup yang dikembangkan oleh tiap anak berdasarkan interpretasinya terhadap urutan kelahirannya.
Santrock (2007:182) mengatakan saudara tertua diharapkan melatih pengendalian diri dan menunjukan tanggung jawab dalam berinteraksi dengan saudara yang lebih muda, selain itu saudara yang lebih tua diharapkan untuk membantu, mengajari dan melindungi saudara yang lebih muda. Orang tua memiliki harapan yang lebih besar kepada anak sulung daripada adik-adiknya dan lebih menekankan kepada anak pertama dalam hal pencapaian dan tanggung jawab.
Menurut Santrock, (2003:197 ) Saudara yang lebih tua memiliki peranan yang lebih dominan dalam interaksi diantara saudara-saudara kandung, saudara yang lebih tua juga memiliki rasa marah lebih besar karena orang tua cenderung lebih memanjakan adik-adiknya. Remaja yang berada pada posisi bungsu yang biasa dianggap sebagai bayi di dalam keluarga, menghadapi resiko menjadi tergantung. Remaja yang pada posisi ditengah seringkali berperan sebagai penengah dalam pertengkaran.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa urutan kelahiran merupakan posisi remaja di dalam keluarga yang terdiri dari remaja sulung, tengah, dan bungsu.


b.      Posisi Urutan Kelahiran
1.      Pengertian Remaja Sulung
Remaja sulung adalah remaja yang paling tua atau anak yang lahir dari suatu keluarga dan anak pertama yang lahir disebuah keluarga dengan saudara berikutnya, karena anak tersebut adalah anak sulung maka berarti pengalaman merawat, dan mendidik anak belum dimiliki oleh kedua orang tuanya. Remaja dibayangi oleh sikap orang tua yang terlalu melindungi, oleh sebab itu remaja sulung cenderung mempunyai ketakutan yang lebih banyak dibandingkan dengan remaja yang lahir kemudian (Hurlock, 1997:217).
Adler (dalam Feist & Feist, 2010:100) menjelaskan remaja sulung memiliki posisi yang unik, yaitu sebagai satu-satunya pada saat waktu dan kemudian mengalami pergeseran status ketika anak kedua lahir selain itu remaja memiliki perasaan berkuasa dan superioritas yang kuat, kecemasan tinggi, serta kecenderungan untuk overprotektif. Remaja sulung awalnya mendapatkan perhatian yang utuh sampai terbagi saat adiknnya lahir, kondisi tersebut mengubah situasi dan pandangan remaja yang berada pada posisi sulung. Remaja sulung berusia lebih tua tiga tahun atau lebih ketika memiliki adik, maka akan merasa permusuhan dan kebencian terhadap adiknya akan tetapi jika mereka telah membentuk gaya hidup yang bisa bekerja sama, maka mereka pada akhirnya akan memakai sikap yang sama terhadap adiknya. Pada remaja sulung usianya kurang dari tiga tahun, maka permusuhan dan kemarahan mereka sebagian besar terjadi secara tidak sadar, yang membuat sikap-sikap ini lebih sulit diubah dikehidupan selanjutnya.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa remaja sulung adalah remaja yang sangat diharapkan menjadi pengganti orang tua bagi adik-adiknya. Remaja dibentuk menjadi orang-orang dewasa dan mandiri agar dapat menjadi contoh bagi adik-adiknya sehingga membuat remaja sulung menjadi individu optimis tetapi juga realistis, memiliki target tinggi, tetapi juga tidak terlalu ambisius agar dapat mencapai kesuksesan dan mapan sehingga dapat membantu keluarga.

2.      Pengertian Remaja Tengah
Adler (dalam Feist & anak Feist, 2010:101) menjelaskan bahwa remaja yang memiliki posisi urutan kelahiran tengah memulai hidup dalam situasi yang lebih baik untuk membentuk kerja sama dan minat sosial. Remaja sulung yang menunjukan sikap permusuhan dan balas dendam yang berlebihan maka remaja pada posisi tengah menjadi kompetitif atau sangat berkecil hati dan remaja kedua tumbuh dengan memiliki daya saing yang cukup serta keinginan untuk mengalahkan saingannya yang lebih tua. Remaja tengah memiliki ambisi yang ekstrem karena terus bertentangan untuk berusaha menyamai bahkan melampaui kakaknya.
Olson & Hergenhahn (2013:120) menyatakan remaja tengah menjadi paling beruntung karena remaja kedua bersikap seperti dalam perlombaan terus-menerus.
3.      Pengertian Remaja Bungsu
Remaja bungsu adalah remaja yang dimanjakan, sama seperti remaja sulung kemungkinan akan menjadi remaja yang bermasalah dan menjadi orang dewasa yang neurotik dan tidak mampu menyesuaikan diri. Remaja bungsu adalah remaja yang kurang dewasa, sering kurang percaya diri.
Menurut Kennedy, seorang ahli terapi keluarga mengatakan bahwa bayangan kuat dari keberhasilan saudara-saudaranya yang lahir sebelumnya tidak dapat dielakkan. Remaja bungsu dididik oleh saudaranya yang lebih tua karena orang tuanya sudah letih mendidik sehingga remaja bungsu sering mengalami gangguan emosional walaupun sangat berminat untuk terlibat dalam berbagai kegiatan sosial dan mudah menjadi popular.
2.      Jenis Kelamin
a.      Pengertian Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan unsur dasar dari konsep diri. Baron & Byrne, (2003:187) menyatakan bahwa jenis kelamin adalah perbedaan anatomi dan fisik antara laki-laki dan perempuan. Pengetahuan bahwa individu berjenis kelamin laki-laki atau perempuan diperoleh saat awal kehidupan. Pada usia dua atau tiga tahun, anak-anak menyadari jenis kelamin sendiri dan dapat mengatakan pada orang lain apakah laki-laki atau perempuan. Pada usia empat atau lima tahun, anak-anak mampu menyebutkan jenis kelamin orang lain dengan tepat. Pengelompokan jenis kelamin baik laki-laki atau perempuan diperoleh sewaktu lahir, kemudian diperlakukan sebagai anak laki-laki atau perempuan oleh orang tua sejak kecil dan dengan mudah mempelajari jenis kelamin lak-laki dan perempuan saat kita menjadi dewasa (Sears, dkk, 1985:203).
Menurut Sears dkk, (1985:204) menyatakan bahwa mencolok tidaknya identitas tergantung pada banyak hal, antara lain perbandingan laki-laki dan perempuan dalam lingkungan. Peluang anak laki-laki dan perempuan untuk menyebutkan jenis kelamin akan menjadi dua kali lebih besar bila dilingkungan sekitar terdapat lebih banyak anak dari jenis kelamin lain.
Menurut desmita (Desmita, 2011:78) bagi anak laki-laki ciri seks primer yang sangat penting ditunjukan dengan pertumbuhan yang sangat cepat dari batang kemaluan dan kantung kemaluan yang terjadi pada usia sekitar 12 tahun dan berlangsung sekitar 5 tahun untuk penis dan 7 tahun untuk skortum. Sementara pada perempuan, perubahan ciri-ciri seks primer ditandai dengan munculnya periode menstruasi yang pertama kali. Diantara tanda-tanda jasmaniah atau tanda-tanda seks sekunder pada lakilaki adalah tumbuh kumis dan janggut, jakun, bahu dan dada melebar, suara berat tumbuh bulu ketiak di dada dan di lengan dan sekitar kemaluan serta otot-otot menjadi lebih kuat. Sedangkan pada perempuan terlihat payudaranya dan pinggul yang membesar, suara menjadi halus, tumbuh bulu ketiak dan di sekitar kemaluannya, Desmita (2011:79).
Dengan demikian jenis kelamin merupakan salah satu kategori dasar dalam kehidupan sosial menusia yang terjadi secara otomatis. Pada umumnya jenis kelamin ditunjukan denga ciri-ciri yang terdapat pada fisik individu misalnya rambut, bentuk wajah, dan pakaian yang digunakan atau perbedaan biologis dan fisiologis antara laki-laki dan perempuan dengan perbedaan anatomi tentang sistem reproduksi dari laki-laki dan perempuan.



HIPOTESIS
Terdapat perbedaan kemandirian remaja yang berada pada urutan kelahiran sulung, urutan kelahiran tengah, dan urutan kelahiran bungsu. Artinya urutan kelahiran memberikan kontribusi terhadap kemandirian remaja. Selain itu, terdapat perbedaan kemandirian remaja ditinjau dari jenis kelamin. Sehingga terdapat perbedaan kemandirian atara remaja laki-laki dan remaja perempuan.

No comments:

Post a Comment

Contoh Analisis SWOT dalam Warung Makan Sederhana

  Sejarah Warung Makan Mbak Tik ( Misfikhotul Murdayanti ) Nama pemilik usaha warung makan ini yaitu lebih kerabnya dipanggil dengan pangg...