MISFIKHOTUL MURDAYANTI (1601036012)
Perbedaan Kemandirian Pada Remaja Ditinjau dari Data
Demografi (Urutan Kelahiran dan Jenis Kelamin) pada Jurusan Teknik Komputer dan
Jaringan di SMK Taruna Bangsa, Pati
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
KEMANDIRIAN
1.
Pengertian Kemandirian
Kemandirian merupakan kemampuan individu untuk
bertingkah laku sesuai keinginannya. Perkembangan kemandirian merupakan bagian
penting untuk dapat menjadi otonom dalam masa remaja. Steinberg (dalam
Patriana, 2007:20) menjelaskan kemandirian merupakan kemampuan individu untuk bertingkah
laku secara seorang diri dan kemandirian remaja dapat dilihat dengan sikap
remaja yang tepat berdasarkan pada prinsip diri sendiri sehingga bertingkah
laku sesuai keinginannya, mengambil keputusan sendiri, dan mampu mempertanggung
jawabkan tingkah lakunya. Kemandirian remaja diperkuat melalui proses
sosialisasi yang terjadi antara remaja dengan teman sebaya.
Hurlock (1980:225) mengatakan melalui hubungan dengan
teman sebaya, remaja berpikir secara mandiri, mengambil keputusan sendiri,
menerima pandangan dan nilai yang berasal dari keluarga dan mempelajari pola
perilaku yang diterima di dalam kelompoknya.
Menurut Masrun, dkk (dalam Patriana, 2007:21),
kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas,
melakukan sesuatu atas dorongan diri sendiri untuk kebutuhan sendiri, mengejar
prestasi, penuh ketekunan, serta berkeinginan untuk melakukan sesuatu tanpa
bantuan orang lain, mampu berpikir dan bertindak original, kreatif dan penuh
inisiatif, mampu mempengaruhi lingkungannya, mempunyai rasa percaya diri
terhadap kemampuan diri sendiri, menghargai keadaan diri sendiri, dan
memperoleh kepuasan dari usahanya.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa kemandirian merupakan suatu sikap otonomi dimana remaja
relatif bebas dari pengaruh penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain.
Kondisi otonomi tersebut remaja diharapkan akan lebih bertanggung jawab
terhadap dirinya sendiri.
2.
Aspek-Aspek Kemandirian
Steinberg (dalam Desmita, 2011:186) membedakan
karakteristik kemandirian atas tiga bentuk yaitu:
a.
Kemandirian emosional, yakni kemandirian yang menyatakan perubahan
kedekatan hubungan emosional antar individu. Kemandirian remaja dalam aspek
emosional ditunjukan dengan tiga hal yaitu tidak bergantung secara emosional
dengan orang tua namun tetap mendapat pengaruh dari orang tua, memiliki
keinginan untuk berdiri sendiri, dan mampu menjaga emosi di depan orang tuanya.
b.
Kemandirian tingkah laku, yakni suatu kemampuan untuk membuat
keputusan-keputusan tanpa tergantung pada orang lain dan melakukannya secara
bertanggung jawab. Kemandirian remaja dalam tingkah laku memiliki tiga aspek,
yaitu perubahan kemampuan dalam membuat keputusan dan pilihan, perubahan dalam
penerimaan pengaruh orang lain, dan perubahan dalam merasakan pengandalan pada
dirinya sendiri (self-resilience).
c.
Kemandirian nilai, yakni kemampuan memaknai seperangkat prinsip
tentang benar dan salah, dan tentang apa yang penting dan tidak penting.
Pendapat
tersebut sesuai dengan pendapat menurut Dauvan (dalam Yusuf, 2006:81)
kemandirian terdiri dari tiga aspek perkembangan yaitu:
a.
Kemandirian emosi yaitu ditandai dengan adanya kemampuan remaja
memecahkan ketergantungan (sifat kekanak-kanakannya) dari orang tua dan
individu dapat memuaskan kebutuhan kasih sayang dan keakraban di luar rumahnya.
b.
Kemandirian berperilaku, yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan
pakaian, sekolah atau pendidikan, dan pekerjaan.
c.
Kemandirian nilai yaitu, kemandirian remaja dengan dimilikinya
seperangakat nilai-nilai yang dikonstruksikan sendiri oleh remaja, menyangkut
baik-buruk, benar-salah, atau komitmennya terhadap nilai-nilai agama.
Berdasarkan
penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri remaja yang mandiri
adalah memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan tanpa pengaruh dari orang
lain, dapat berhubungan baik dengan orang lain, memiliki kemampuan untuk
bertindak sesuai dengan yang diyakini, memiliki kemampuan untuk mendapatkan
kebutuhan, dapat memilih hal yang dilakukan dan hal yang tidak dilakukan,
berani dalam menyampaikan ide, bebas untuk mencapai tujuannya, berusaha
mengembangkan diri, dan dapat menerima kritik dan saran dari orang lain.
3.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian
Menurut Masrun (dalam Yessica, 2008: 26) faktor yang
mempengaruhi kemandirian adalah:
a.
Pola asuh orang tua, remaja yang mempunyai kemandirian tinggi
adalah remaja yang orang tuanya dapat menerima secara positif.
b.
Usia Remaja, hal ini akan berusaha melepaskan diri dari orang
tuanya, dalam hal ini berarti individu cenderung tidak akan meminta bantuan
kepada orang lain dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapinya.
c.
Pendidikan, pendidikan yang dialami oleh seseorang tidak harus
berasal dari sekolah atau pendidikan formal, akan tetapi bisa juga berasal dari
luar sekolah atau non formal. Pendidikan ini secara tidak langsung telah
membawa individu kepada suatu bentuk suatu usaha dari lingkungan keluarganya ke
dalam kelompok teman sabayanya sehingga terlihat adanya kecenderungan bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikan ternyata semakin tinggi kemandirian
seseorang.
d.
Urutan kelahiran, dalam suatu keluarga tentunya memiliki ciri
tersendiri bagi setiap anak yang disebabkan karena adanya perlakuan dan
perhatian yang berbeda.
e.
Jenis kelamin, Wanita mudah dipengaruhi, sangat pasif, merasa kesulitan
dalam memutuskan sesuatu, kurang percaya diri dan sangat tergantung.
f.
Intelegensi Remaja yang cerdas akan memiliki metode yang praktis
dan tepat dalam setiap memecahkan masalah yang sedang dihadapinya, sehingga
akan dengan cepat mengambil keputusan untuk bertindak. Kondisi ini menunjukan
adanya kemandirian setiap menghadapi masalah yang sedang dihadapinya.
g.
Interaksi social, remaja memiliki kemampuan dalam berinteraksi
dengan lingkungan sosial, serta mampu menyesuaikan diri dengan baik akan
mendukung perilaku yang bertanggung jawab dan mampu menyelesaikan segala permasalahan
yang dihadapinnya.
Ali,
(2010:118) ada sejumlah faktor yang mempengaruhi kemandirian remaja yaitu
sebagai berikut:
a.
Gen atau keturunan orang tua. Orang tua yang memiliki sifat
kemandirian tinggi seringkali menurunkan anak yang memiliki kemandirian.
b.
Pola asuh orang tua. Cara orang tua atau mendidik anak akan
mempengaruhi perkembangan kemandirian pada masa remajanya. Orang tua yang
terlalu banyak melarang atau mengeluarkan kata “jangan” tanpa disertai dengan
penjelasan yang rasional akan menghambat perkembangan kemandirian remaja.
Kondisi tersebut berbeda dengan orang tua yang menciptakan suasana aman dalam
berinteraksi dengan keluarganya maka akan dapat mendorong kelancaran
perkembangan remaja. Orang tua yang cenderung sering membanding-bandingkan anak
yang satu dengan yang lainnya juga akan berpengaruh kurang baik terhadap perkembangan
kemandirian anak.
c.
Sistem pendidikan di sekolah. Proses pendidikan disekolah yang
tidak mengembangkan demokratisasi pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinasi
tanpa argumentasi akan menghambat perkembangan remaja. Proses pendidikan yang
banyak menekankan pentingnya pemberian sanksi atau hukuman (punishment) juga
dapat menghambat perkembangan kemandirian remaja namun, proses pendidikan yang
lebih menekankan pentingnya penghargaan terhadap potensi remaja, pemberian reward,
dan menciptakan kompetisi positif maka akan memperlancar perkembangan
kemandirian remaja.
d.
Sistem kehidupan di masyarakat. Sistem kehidupan masyarakat yang
terlalu menekankan pentingnya hierarki struktur sosial, merasa kurang aman atau
mencekam serta kurang menghargai manifestasi potensi remaja dalam kegiatan
produktif dapat menghambat kelancaran perkembangan kemandirian remaja.
Lingkungan masyarakat yang aman, menghargai ekspresi potensi remaja dalam
bentuk kegiatan dan terlalu hierarkis akan merangsang dan mendorong perkembangan
kemandirian remaja.
B.
FAKTOR DEMOGRAFI (URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN)
1.
Urutan Kelahiran
a.
Pengertian Urutan Kelahiran
Adler (dalam Alwisol, 2004:79), menjelaskan bahwa
kepribadian seseorang bergantung pada faktor keturunan, lingkungan, dan
kreativitas dirinya. Artinya, faktor urutan kelahiran dapat mempengaruhi
kepribadian termasuk kemandirian individu. Adler mengungkapkan bahwa perbedaan
kemandirian seseorang muncul karena adanya perbedaan gaya hidup yang
dikembangkan oleh tiap anak berdasarkan interpretasinya terhadap urutan
kelahirannya.
Santrock (2007:182) mengatakan saudara tertua
diharapkan melatih pengendalian diri dan menunjukan tanggung jawab dalam
berinteraksi dengan saudara yang lebih muda, selain itu saudara yang lebih tua
diharapkan untuk membantu, mengajari dan melindungi saudara yang lebih muda.
Orang tua memiliki harapan yang lebih besar kepada anak sulung daripada
adik-adiknya dan lebih menekankan kepada anak pertama dalam hal pencapaian dan
tanggung jawab.
Menurut Santrock, (2003:197 ) Saudara yang lebih tua
memiliki peranan yang lebih dominan dalam interaksi diantara saudara-saudara
kandung, saudara yang lebih tua juga memiliki rasa marah lebih besar karena
orang tua cenderung lebih memanjakan adik-adiknya. Remaja yang berada pada
posisi bungsu yang biasa dianggap sebagai bayi di dalam keluarga, menghadapi
resiko menjadi tergantung. Remaja yang pada posisi ditengah seringkali berperan
sebagai penengah dalam pertengkaran.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa urutan kelahiran merupakan posisi remaja di dalam
keluarga yang terdiri dari remaja sulung, tengah, dan bungsu.
b.
Posisi Urutan Kelahiran
1.
Pengertian Remaja Sulung
Remaja sulung adalah remaja yang paling tua atau anak
yang lahir dari suatu keluarga dan anak pertama yang lahir disebuah keluarga
dengan saudara berikutnya, karena anak tersebut adalah anak sulung maka berarti
pengalaman merawat, dan mendidik anak belum dimiliki oleh kedua orang tuanya.
Remaja dibayangi oleh sikap orang tua yang terlalu melindungi, oleh sebab itu
remaja sulung cenderung mempunyai ketakutan yang lebih banyak dibandingkan
dengan remaja yang lahir kemudian (Hurlock, 1997:217).
Adler (dalam Feist & Feist, 2010:100) menjelaskan
remaja sulung memiliki posisi yang unik, yaitu sebagai satu-satunya pada saat
waktu dan kemudian mengalami pergeseran status ketika anak kedua lahir selain
itu remaja memiliki perasaan berkuasa dan superioritas yang kuat, kecemasan
tinggi, serta kecenderungan untuk overprotektif. Remaja sulung awalnya
mendapatkan perhatian yang utuh sampai terbagi saat adiknnya lahir, kondisi
tersebut mengubah situasi dan pandangan remaja yang berada pada posisi sulung.
Remaja sulung berusia lebih tua tiga tahun atau lebih ketika memiliki adik,
maka akan merasa permusuhan dan kebencian terhadap adiknya akan tetapi jika
mereka telah membentuk gaya hidup yang bisa bekerja sama, maka mereka pada
akhirnya akan memakai sikap yang sama terhadap adiknya. Pada remaja sulung
usianya kurang dari tiga tahun, maka permusuhan dan kemarahan mereka sebagian
besar terjadi secara tidak sadar, yang membuat sikap-sikap ini lebih sulit
diubah dikehidupan selanjutnya.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa
remaja sulung adalah remaja yang sangat diharapkan menjadi pengganti orang tua
bagi adik-adiknya. Remaja dibentuk menjadi orang-orang dewasa dan mandiri agar
dapat menjadi contoh bagi adik-adiknya sehingga membuat remaja sulung menjadi
individu optimis tetapi juga realistis, memiliki target tinggi, tetapi juga
tidak terlalu ambisius agar dapat mencapai kesuksesan dan mapan sehingga dapat
membantu keluarga.
2.
Pengertian Remaja Tengah
Adler (dalam Feist & anak Feist, 2010:101)
menjelaskan bahwa remaja yang memiliki posisi urutan kelahiran tengah memulai
hidup dalam situasi yang lebih baik untuk membentuk kerja sama dan minat
sosial. Remaja sulung yang menunjukan sikap permusuhan dan balas dendam yang
berlebihan maka remaja pada posisi tengah menjadi kompetitif atau sangat
berkecil hati dan remaja kedua tumbuh dengan memiliki daya saing yang cukup
serta keinginan untuk mengalahkan saingannya yang lebih tua. Remaja tengah
memiliki ambisi yang ekstrem karena terus bertentangan untuk berusaha menyamai bahkan
melampaui kakaknya.
Olson & Hergenhahn (2013:120) menyatakan remaja
tengah menjadi paling beruntung karena remaja kedua bersikap seperti dalam
perlombaan terus-menerus.
3.
Pengertian Remaja Bungsu
Remaja bungsu adalah remaja yang dimanjakan, sama
seperti remaja sulung kemungkinan akan menjadi remaja yang bermasalah dan
menjadi orang dewasa yang neurotik dan tidak mampu menyesuaikan diri. Remaja
bungsu adalah remaja yang kurang dewasa, sering kurang percaya diri.
Menurut Kennedy, seorang ahli terapi keluarga
mengatakan bahwa bayangan kuat dari keberhasilan saudara-saudaranya yang lahir
sebelumnya tidak dapat dielakkan. Remaja bungsu dididik oleh saudaranya yang
lebih tua karena orang tuanya sudah letih mendidik sehingga remaja bungsu
sering mengalami gangguan emosional walaupun sangat berminat untuk terlibat
dalam berbagai kegiatan sosial dan mudah menjadi popular.
2.
Jenis Kelamin
a.
Pengertian Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan unsur dasar dari konsep diri.
Baron & Byrne, (2003:187) menyatakan bahwa jenis kelamin adalah perbedaan
anatomi dan fisik antara laki-laki dan perempuan. Pengetahuan bahwa individu
berjenis kelamin laki-laki atau perempuan diperoleh saat awal kehidupan. Pada
usia dua atau tiga tahun, anak-anak menyadari jenis kelamin sendiri dan dapat mengatakan
pada orang lain apakah laki-laki atau perempuan. Pada usia empat atau lima
tahun, anak-anak mampu menyebutkan jenis kelamin orang lain dengan tepat.
Pengelompokan jenis kelamin baik laki-laki atau perempuan diperoleh sewaktu
lahir, kemudian diperlakukan sebagai anak laki-laki atau perempuan oleh orang
tua sejak kecil dan dengan mudah mempelajari jenis kelamin lak-laki dan
perempuan saat kita menjadi dewasa (Sears, dkk, 1985:203).
Menurut Sears dkk, (1985:204) menyatakan bahwa mencolok
tidaknya identitas tergantung pada banyak hal, antara lain perbandingan
laki-laki dan perempuan dalam lingkungan. Peluang anak laki-laki dan perempuan
untuk menyebutkan jenis kelamin akan menjadi dua kali lebih besar bila
dilingkungan sekitar terdapat lebih banyak anak dari jenis kelamin lain.
Menurut desmita (Desmita, 2011:78) bagi anak laki-laki
ciri seks primer yang sangat penting ditunjukan dengan pertumbuhan yang sangat
cepat dari batang kemaluan dan kantung kemaluan yang terjadi pada usia sekitar
12 tahun dan berlangsung sekitar 5 tahun untuk penis dan 7 tahun untuk skortum.
Sementara pada perempuan, perubahan ciri-ciri seks primer ditandai dengan
munculnya periode menstruasi yang pertama kali. Diantara tanda-tanda jasmaniah
atau tanda-tanda seks sekunder pada lakilaki adalah tumbuh kumis dan janggut,
jakun, bahu dan dada melebar, suara berat tumbuh bulu ketiak di dada dan di
lengan dan sekitar kemaluan serta otot-otot menjadi lebih kuat. Sedangkan pada
perempuan terlihat payudaranya dan pinggul yang membesar, suara menjadi halus,
tumbuh bulu ketiak dan di sekitar kemaluannya, Desmita (2011:79).
Dengan demikian jenis kelamin merupakan salah satu
kategori dasar dalam kehidupan sosial menusia yang terjadi secara otomatis.
Pada umumnya jenis kelamin ditunjukan denga ciri-ciri yang terdapat pada fisik
individu misalnya rambut, bentuk wajah, dan pakaian yang digunakan atau
perbedaan biologis dan fisiologis antara laki-laki dan perempuan dengan
perbedaan anatomi tentang sistem reproduksi dari laki-laki dan perempuan.
HIPOTESIS
Terdapat perbedaan kemandirian remaja yang berada pada
urutan kelahiran sulung, urutan kelahiran tengah, dan urutan kelahiran bungsu.
Artinya urutan kelahiran memberikan kontribusi terhadap kemandirian remaja.
Selain itu, terdapat perbedaan kemandirian remaja ditinjau dari jenis kelamin.
Sehingga terdapat perbedaan kemandirian atara remaja laki-laki dan remaja
perempuan.
No comments:
Post a Comment