BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur'an tidak mengajarkan diskriminasi antara lelaki dan perempuan
sebagai manusia. Di hadapan Tuhan, lelaki dan perempuan mempunyai derajat yang
sama, namun masalahnya terletak pada implementasi atau operasionalisasi ajaran
tersebut. Kemunculan agama pada dasarnya merupakan jeda yang secara periodik
berusaha mencairkan kekentalan budaya patriarkhi. Oleh sebab itu, kemunculan
setiap agama selalu mendapatkan perlawanan dari mereka yang diuntungkan oleh
budaya patriarkhi. Sikap perlawanan tersebut mengalami pasang surut dalam
perkembangan sejarah manusia.
Semua dimungkinkan terjadi karena pasca kerasulan Muhammad, umat sendiri
tidak diwarisi aturan secara terperinci (tafshily) dalam memahami
Al-Qur'an. Di satu sisi Al-Qur'an mengakui fungsi laki-laki dan perempuan, baik
sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Namun tidak ada aturan
rinci yang mengikat mengenai bagaimana keduanya berfungsi secara kultural.
Berbeda pada masa kenabian superioritas dapat diredam. Keberadaan nabi secara
fisik sangat berperan untuk menjaga progresivitas wahyu dalam proses emansipasi
kemanusiaan. Persoalannya, problematika umat semakin kompleks dan tidak
terbatas seiring perkembangan zaman, sementara Al-Qur'an sendiri terdapat
aturan-aturan yang masih bersifat umum dan global (mujmal) adanya.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian dari kesetaraan gender?
2.
Bagaimana gender
dalam perspektif islam?
3.
Apa ruang
lingkup kewanitaan secara biologis?
4.
Bagaimana
menjaga kodrat kewanitaan?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Gender
Secara mendasar, gender berbeda dari jenis kelamin biologis. Jenis kelamin
biologis merupakan pemberian, kita dilahirkan sebagai seorang laki-laki atau
seorang perempuan. Tetapi, jalan yang menjadikan kita maskulin atau feminine
adalah gabungan blok-blok bangunan biologis dasar dan interpretasi biologis
oleh kultur kita. Setiap masyarakat memiliki berbagai naskah untuk diikuti oleh
anggotanya seperti mereka belajar memainkan peran feminine atau maskulim,
sebagaimana halnya setiap masyarakat memiliki bahasanya sendiri.
Sejak kita sebagai bayi mungil hingga mencapai usia tua, kita mempelajari
dan mempraktikkan cara-cara khusus yang telah ditentukan oleh masyarakat bagi
kita untuk menjadi laki-laki dan perempuan. Gender adalah seperangkat peran
yang seperti halnya kostum dan topeng di teater menyampaikan kepada orang lain
bahwa kita adalah feminine atau maskulin. Perangkat perilaku khusus ini yang
mencakup penampilan, pakaian, sikap, kepribadian, bekerja di dalam dan di luar
rumah tangga, seksualitas, tanggung jawab keluarga dan sebagainya secara
bersama-sama memoles peran gender kita.[1]
Begitu lahir, kita mulai mempelajari peran gender kita. Dalam satu studi
laboratory mengenai gender, kaum ibu diundang untuk bermain dengan bayi orang
lain yang didandani sebagai anak perempuan atau laki-laki. Tidak hanya gender
dari bayi itu yang menimbulkan bermacam-macam tanggapan dari kaum perempuan,
tetapi perilaku serupa dari seorang bayi ditanggapi secara berbeda, tergantung
kepada bagaimana ia didandani. Ketika si bayi didandani sebagai laki-laki, kaum
perempuan tersebut menanggapi inisiatif si bayi dengan aksi fisik dan
permainan. Tetapi ketika bayi yang sama tampak seperti perempuan dan melakukan
hal yang sama tampak seperti perempuan dan melakukan hal yang sama, kaum
perempuan itu menenangkan dan menghiburnya.Untuk memahami konsep gender harus
dibedakan kata gender dengan kata seks (jenis kelamin). Pengertian jenis
kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan
secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Sedangkan konsep
lainnya adalah konsep gender yakni suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki
maupun perempuan yang konstruksi secara sosial maupun cultural.
2. Kesetaraan Gender dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an secara umum dan dalam banyak ayatnya telah
membicarakan relasi gender, hubungan antarara laki-laki dan perempuan, hak-hak
mereka dalam konsepsi yang rapi, indah dan bersifat adil. Al-Qur’an yang
diturunkan sebagai petunjuk manusia, tentunya pembicaraannya tidaklah terlalu
jauh dengan keadaan dan kondisi lingkungan dan masyarakat pada waktu itu.
Seperti apa yang disebut dalam Al-Qur’an surat QS. Al- Nisa, yang memandang perempuan sebagai makhluk yang mulia dan
harus di hormati, yang pada satu waktu masyarakat Arab sangat tidak
menghiraukan nasib mereka.
Sebelum diturunkan surat An-Nisa ini, telah turun dua surat yang sama-sama
membicarakan wanita, yaitu surat Al-Mumtahanah dan surat Al-Ahzab. Namun
pembahasannya belum final, hingga diturunkan surat An-Nisa’ ini. Oleh
karenanya, surat ini disebut dengan surat An-Nisa’ al-Kubro, sedang surat lain
yang membicarakan perempuan juga , seperti surat al-Tholak, disebut surat
An-Nisa’ al Sughro. Surat An-Nisa’ ini benar- benar memperhatikan kaum lemah,
yang di wakili oleh anak- anak yatim, orang-orang yang lemah akalnya, dan kaum
perempuan.[2]
Maka, pada ayat pertama surat An-Nisa’ kita dapatkan, bahwa Allah telah
menyamakan kedudukan laki-laki dan perempuan sebagai hamba dan makhluk Allah,
yang masing- masing jika beramal sholeh, pasti akan di beri pahala sesuai
dengan amalnya. Kedua-duanya tercipta dari jiwa yang satu (nafsun
wahidah), yang mengisyaratkan bahwa tidak ada perbedaan antara keduanya.
Semuanya di bawah pengawasan Allah serta mempunyai kewajiban untuk bertaqwa
kepada-Nya (ittaqu robbakum).
Kesetaraan yang telah di akui oleh Al Qur’an tersebut, bukan berarti harus
sama antara laki- laki dan perempuan dalam segala hal.Untuk menjaga kesimbangan
alam (sunnatu tadafu’), harus ada sesuatu yang berbeda, yang
masing-masing mempunyai fungsi dan tugas tersendiri. Tanpa itu, dunia, bahkan
alam ini akan berhenti dan hancur. Oleh karenanya, sebgai hikmah dari
Allah untuk menciptakan dua pasang manusia yang berbeda, bukan hanya pada
bentuk dan postur tubuh serta jenis kelaminnya saja, akan tetapi juga pada
emosional dan komposisi kimia dalam tubuh.
Hal ini akibat membawa efek kepada perbedaan dalam tugas, kewajiban dan
hak. Dan hal ini sangatlah wajar dan sangat logis. Ini bukan sesuatu yang di
dramatisir sehingga merendahkan wanita, sebagaimana anggapan kalangan feminis
dan ilmuan Marxis. Tetapi merupakan bentuk sebuah keseimbangan hidup dan
kehidupan, sebagiamana anggota tubuh manusia yang berbeda- beda tapi menuju
kepada persatuan dan saling melengkapi. Oleh karenanya, suatu yang sangat
kurang bijak, kalau ada beberapa kelompok yang ingin memperjuangkan kesetaraan
antara dua jenis manusia ini dalam semua bidang. Al Qur’an telah
meletakkan batas yang jelas dan tegas di dalam masalah ini, salah satunya
adalah ayat- ayat yang terdapat di dalam surat An-Nisa’. Terutama yang
menyinggung konsep pernikahan poligami, hak waris dan dalam menentukan
tanggungjawab di dalam masyarakat dan keluarga.[3]
3.
Ruang
Lingkup Qodrat Kewanitaan
Jender
merupakan konstruksi atau ciptaan masyarakat atau kebudayaan. Sebagai anggota
masyarakat, seorang pria disosialisasikan sebagai seorang laki-laki menurut
definisi masyarakat itu. Demikianpun wanita disosialisasikan sebagai wanita
menurut definisi wanita di dalam masyarakat itu. Setiap kebudayaan mempunyai
pengaruh dalam membentuk kita sebagai laki-laki atau perempuan. Artinya,
perbedaan biologis yang kita terima sejak lahir sebagai laki-laki atau
perempuan hanyalah merupakan titik awal dari perkembangan kita sebagai pria dan
wanita yang dikonstruksi oleh kebudayaan.[4]
Perbedaan seks
secara biologis atau perbedaan jender berdasarkan kebudayaan sama sekali tidak
menunjukkan siapakah yang superior dan inferior dalam kedua jenis seks atau
jender itu. Memang harus diakui adanya perbedaan biologis anatara pria dan
wanita. Selai perbedaan alat-alat reproduksi, laki-laki umumnya mempunyai otot
yang lebih kekar pada lengan dan bahu sehingga pada umumnya laki-laki bisa
mengangkat beban yang lebih berat dari pada wanita. Tetapi dalam banyak hal,
wanita mempunyai banyak kelebihan dari kaum pria. Wanita lebih bertahan dalam
penderitaan dari pada pria. Kemudian usia rata-rata pada wanita jauh lebih
tinggi dari pada laki-laki. Menurut sebuah sensus yang dibuat di Amerika tahun
1986, usia rata-rata laki-laki uma 70.9 tahu sedangkan usia rata-rata wanita
adalah 78,2 tahun.
Jadi, ada
perbedaan biologis antara pria dan wanita. Tetapi sejak lahir tidak ada
penentuan bahwa jenis seks tertentu superior terhadap jenis seks lainnya.
Kebudayaanlah yang menciptakan perbedaan-perbedaan yang bias-jender dimana
laki-laki lebih tinggi daripaa wanita dalam kebanyakan masyarakat. Ada
negara-negara tertentu di mana perempuan tidak mempunyai hak pilih. Bahkan ada
kelompok masyarakat di Indonesia yang tidak menyetujui perempuan menjadi
presiden karena alasan keagamaan. Dengan demikian, kita bisa melihat bahwa
masyarakat atau kebudayaan mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam menentukan
perbedaan antara pria dan wanita. Kebudayaanlah yang menciptakan sistem-sistem
dimana laki-laki mempunyai lebih banyak kekuasaan dari pada kaum perempuan.[5]
4.
Menjaga
Kodrat Kewanitaan
a. Menyerupai Laki-laki
Islam menekankan perempuan agar senantiasa menjaga
kodrat kewanitaan mereka. Mereka dilarang menyerupai laki-laki, baik dalam
berpakaian, gaya bicara, maupun tindakan. Rasulullah saw. Melaknat
perempuan-perempuan yang menyerupai laki-laki.diriwayatkan al-Thabrani, suatu
ketika ada seorang perempuan lewat dihadapan Nabi saw. Sambil memanggul panah,
beliau lantar bersabda. “Allah melaknat wanita-wanita yang sengaja menyerupai laki-laki
dan laki-laki yang sengaja menyerupai wanita.” (HR al-Bukhari).
Ibnu al-Qayyim menegaskan, perempuan yang bertingkah
laku seperti laki-laki dan laki-laki yanng bertingkah laku seperti perempuan
telah berbuat dosa besar. [6]
b. Berdandan
Berdandan atau berhias adalah sesuatu yang boleh
dilakukkan oleh perempuan demi menjaga kodrat kewanitaannya. Mereka boleh
melubangi telinga untuk memakai anting-anting. Para fukhoha menegaskan, seorang
perempuan dewasa boleh melubangi telinganya untuk memakai anting-anting, atau
telinga bayi-bayi perempuan. Peraktik semacam ini bisa dilakukan oleh para
sahabat Nabi saw. Tanpa ada larangan dari beliau. Ibnu al-Qayyim mengatakan,
“Perempuan perlu berhias dan melubangi telinga untuk memasang anting-anting
karena suatu kemaslahatan dan hak bagi dirinya.”[7]
Perempuan juga diperbolehkan berdandan dengan
memakai pakaian sutra dan perhiasan emas. Akan tetapi, praktik serupa terlarang
bagi laki-laki karena sutra dan emas adalah perhiasan khusus bagi kaum
perempuan berdsarkan hadia riwayat Abu Musa al-Asy;ari, “Memakai sutra dan
perhiasan emas haram bagi laki-laki dari halal bagi perempuan dari umatku.” (HR
al-Tirmidzi). Ibnu Qudamah menyatakan, “Untuk tampil cantik dihadapan suaminya,
perempuan boleh memakai perhiasan, memacari kedua tangan, memakai bando, dan
sebagainya.”
c. Tidak Keluar Rumah dengan Berhias Secara Berlebihan
Jika seorang perempuan terpaksa harus keluar rumah,
dia mesti menutup diri dan auratnya. Menurut Ibnu ‘Abidin, syarat dibolehkannya
seorang perempuan keluar rumah adalah jika dia tidak memkai perhiasan dan tidak
bersolek sehingga bisa menyebabkan kaum laki-laki tertarik. Allah berfirman, Janganlah
kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliah dahulu.”
(Al-Ahzab [33]: 33).
Mujahid mengatakan, diantara tingkah laku Jahilah
tersebut adalah seringnya perempuan keluar rumah dan berjalan di tengah-tengah
kerumunan laki-laki. Qatadah juga menceritakan, perempuan zaman Jahiliah dulu
biasa berjalan lenggak-longgok hingga Allah melarang mereka.[8]
d. Pakaian Perempuan di Muka Umum
Ketika berada di tempat umum, seorang perempuan
dilarang memakai pakaian yang bisa memperlihatkan lekuk-lekuk tubuhnya dan
menampakkan kulit tubuhnya. Jika tidak, dia termasuk golongan perempuan yang
berpakaian tetapi hakikatnya telanjang. Rasulullah saw. Bersabda, “Akan datang
di penghujung umatku perempuan-perempuan yang berpakaian tetapi hakikatnya
telanjang. Diatas kepala mereka laksana punuk unta. Lihatlah mereka karena
sesungguhnya mereka wanita-wanita terlaknat.” (HR Ahmad).[9]
Dalam kitab al-Fawakih karangan al-Dawwani
dikatakan, “Saat kelar rumah, perempuan dilarangan memakai pakaian tipis
sehingga kulit tubuhnya terlihat. Intinya, seorang perempuan haram mengenakan
pakaian yang memperlihatkan lekuk-lekuk tubuhnya dihadapan orang yang tidak
boleh melihatnya.”
Kaum perempuan juga tidak boleh melakukkan
aktivitas-aktivitas yang bisa memancing perhatian kaum laki-laki sehingga
menimbulkan fitnah. Allah Swt. Berfirman, “Dan janganlah mereka memukulkan
kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.” (Al-Nur [24]:
31).
Ibnu Katsir mengatakan, “Pada masa Jahiliah, kaum
perempuan bisa memakai gelang kaki. Ketika gelang kakinya tidak bergemincing
saat mereka berjalan, mereka menjejakkan kaki ke tanah agar gelang kakinya
bersuara dan terdengar oleh laki-laki. Allah kemudian melarang perempuan
muslimah melakukkan hal serupa. Allah juga melarang mereka memperhatikan
perhiasan yang mereka pakai dengan gerakan tertentu yang disengaja.”
e. Tidak Berbaur dengan Laki-laki Asing
Haram bagi seorang perempuan menyendiri (al-khalwah)
dengan seorang laki-laki asing, meskipun pada saat dia sedang bekerja. Maksud
“menyendiri” disini adalah berada di satu tempat yang aman dari gangguan orang
ketiga.
Abu Hanifah mengatakan, “Aku tidak suka jika seorang
lelaki menyewa seorang perempuan dewasa dan kemudian mengajak berduaan.
Demikian itu karena berduaan dengan perempuan yang bukn mahram adalah perbuatan
maksiat.” Rasulullah saw. Bersabda, “Tidaklah seorang laki-laki berduaan dengan
seorang perempuan kecuali setan menjadi pihak ketiga diantara mereka.” (HR
Ahmad dan al-Tirmidzi).[10]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Jender
merupakan konstruksi atau ciptaan masyarakat atau kebudayaan. Sebagai anggota
masyarakat, seorang pria disosialisasikan sebagai seorang laki-laki menurut
definisi masyarakat itu. Demikianpun wanita disosialisasikan sebagai wanita
menurut definisi wanita di dalam masyarakat itu. Setiap kebudayaan mempunyai
pengaruh dalam membentuk kita sebagai laki-laki atau perempuan. Artinya,
perbedaan biologis yang kita terima sejak lahir sebagai laki-laki atau
perempuan hanyalah merupakan titik awal dari perkembangan kita sebagai pria dan
wanita yang dikonstruksi oleh kebudayaan.
No comments:
Post a Comment